PROFILE
Sejarah
Sekilas Perjalanan SMP Marganingsih
Kehadiran para suster Ordo Santo Fransiskus (OSF) di Muntilan berkaitan erat dengan rencana kerja Pastor F. Van Lith, SJ. Ketika beliau memulai karyanya di Muntilan tahun 1902, sebuah rumah sakit kelas 2 memang sudah ada di sana. Entah mengapa, pemeliharaan rumah sakit ini akhirnya diserahkan kepada misi. Perlengkapannnya sangat sederhana, bangunannya dari bambu. Pastor mengingatkan pemerintah akan tugasnya untuk memperbaiki rumah sakit tersebut. Usahanya berhasil. Pada tahun 1925, pemerintah menyerahkan subsidi untuk membiayai pembangunan gedung rumah sakit baru. Gedung itu terletak di atas tanah misi, terdiri dari 2 zaal dengan daya tampung 24 tempat tidur. Pastor Van Lith memilih suster OSF untuk mengelolanya. Enam suster : Sr Didima Oprinsen, Sr Jovina Wuben, Sr Aquilina Oosten, Sr Mpnulpha v.d. Berg, Sr. Coleta Rubija dan Sr Anna Kawoeloer membaktikan diri di misi Muntilan.
Pada tanggal 2 September 1926 merupakan hari yang bersejarah dan tak terlupakan bagi masyarakat Muntilan dan juga bagi komunitas OSF. Itu merupakan hari pembukaan resmi rumah sakit Jawa Katolik di Muntilan. Dr. V. Soedjito salah seorang dokter katolik pertama, diangkat sebagai dokter rumah sakit Muntilan.
Kiprah pelayanan para suster meluas ke bidang pendidikan. Hollands Chinese School (HCS) sekolah untuk anak-anak Tionghoa berbahasa Belanda dibuka 1 Juli 1933.Sr. Eliana Steegh, nyonya F. Filippen dan nyonya van der Sande adalah tiga ”sahabat” bekerjasama dengan baik dalam pendidikan formal ini. Vervolgschool untuk anak-anak putri dan Hollands Indische School (HIS) juga didirikan. Taman Kanak-kanan didirikan pada tahun 1939
Situasi baru yang tampaknya mulai tumbuh dan berkembang tidak dapat bertahan lama. Pendudukan Jepang memporak-porandakan karya-karya tersebut. Baru pada tanggal 20 Mei 1948 para suster boleh kembali ke biara. Sekolah dibuka kembali. Nama sekolah diganti menjadi Sekolah Rakyat (SR) Mater Dei dan SR St. Yusup serta TK Theresia.
Pada tanggal 19 Desember 1948 para suster dipaksa lagi untuk mengosongkan biara. Situasi menjadi gawat. Tanggal 21 Desember 1948 HCS dan HIS dibakar.
Bersaing dengan zaman, perbaikan di sekolah terus diadakan. Sekolah diberkati kembali. Pada tanggal 1 Juli 1952 tercatat 600 murid Tionghoa dan Jawa. Subsidi 100% diberikan kepada SD Mater Dei pada tahun berikutnya. Perlahan namun pasti karya pendidikan berkembang. Pendidikan lanjutan perlu diadakan. Para suster bersedia menangani Sekolah Menengah Pertama (SMP) Putri. Statusnya adalah sebagai bagian dari SMP Kanisisus Muntilan. Sarana dan prasarana untuk sekolah baru ini dilengkapi dan dibangun secara terus menerus. Peletakan batu pertama dilakukan pada tanggal 21 April 1962. Tempatnya terletak di atas bekas gedung meisjesvervolgschool yang dihancurkan pada zaman perang. Pembangunan terus berlangsung. Tempat belum memadai. Namun, pada tanggal 1 Agustus 1962 para suster memulai dua kelas SMP dengan meminjam satu kelas di SMP Kanisius dan satu kelas lagi di SD Mater Dei. Setelah gedung dan sarana lainnya terpenuhi, SMP Marganingsih memisahkan diri dari SMP Kanisius pada tanggal 21 April 1962, meskipun secara administratif masih menjadi satu. Gedung sekolah yang baru diberkati pada tanggal 9 Agustus 1963. Secara resmi SMP Marganingsih baru dapat berdiri sendiri pada tanggal 1 Februari 1972.
Sekolah-sekolah yang pada masa lalunya mengalami masa-masa sulit, sampai kini masih bertahan. Ini tidak berarti tanpa tantangan Untuk memenuhi tuntutan pemerintah, perbaikan gedung SMP dan SD diadakan. Tahun 1966 tanah di belakang sekolah dibeli. Di situ didirikan ruang perpustakaan dan laboratorium untuk SMP. Data terakhir (tahun pelajaran 2009/2010) menunjukkan jumlah murid SMP 215 siswa, dengan delapan kelas.
Tahun 1980 lokasi kelas SMP Marganingsih tukar tempat dengan lokasi SD Mater Dei Muntilan. Pada tahun 1994 lokasi SMP Marganingsih tukar tempat dengan lokasi SD St.Yoseph. Alasan perpindahan ini adalah supaya siswa-siswi SD Mater Dei berbaur dan menyatu dengan siswa-siswi SD ST.Yoseph, dengan satu kepala sekolah dan satu kantor.
Pada bulan Juli tahun 1998 terdapat siswa dari luar kota masuk SMP Marganingsih. Sr. M. Willibrordi, OSF, selaku kepala SMP Marganingsih menititipkannya di Wisma Fransiskus, tepatnya numpang di kamar karyawan Wisma Susteran OSF. Siswa inilah ”cikal bakal” berdirinya asrama Marganingsih.
Dalam perkembangan selanjutnya asrama yang semula khusus untuk SMP Marganingsih diperluas peruntukannya. Asrama menerima juga siswa-siswi dari TK Theresia sampai SMA Marsudirini Muntilan. Asrama SMP Marganingsih berubah menjadi Asrama Marsudirini. Sampai kini asrama menerima siswa TK, SD, SMP dan SMA Marsudirini Muntilan. Pendamping siswa-siswi Asrama Marsudirini adalah Sr. M Ellen, OSF. Lokasi asrama berada di belakang SMP Marganingsih.
Pada tahun 2006 SMP Marganingsih terpilih untuk menjadi Rintisan Sekolah Standar Nasional (RSSN). SMP Marganingsih merupakan sekolah swasta pertama di Kabupaten Magelang yang terpilih sebagai Sekolah Standar Nasional (SSN).
Berkaitan dengan posisi SMP Marganingsih sebagai SSN, maka dilakukanlah pembenahan gedung. Sejak 2007, gedung SMP Marganingsih berlantai satu, diubah menjadi berlantai dua. Fasilitasnya kini semakin memadai. Bangunan fisik semakin bagus. Fasilitas sekolah dilengkapi dengan ruang Lab. Komputer dan Lab. Bahasa Digital.